Minggu, 20 Desember 2015

Teman Seperjalanan

Tadi pagi, tidak sengaja saya melihat tayangan di televisi. Seorang ustadz menceraikan istrinya hanya melalui bbm. Saya penasaran, memang istrinya seperti apa sih. Rasa penasaran saya segera terjawab, ternyata istri yang diceraikannya itu cantik sekali dan berhijab syar’i dengan sangat rapi, belakangan malah telah mengenakan burqo. Kening saya berkerut, ada apa dengan para lelaki sekarang ini. Diberi istri cantik dan sholihah, masih saja tidak merasa cukup. Jika mencari kesempurnaan, tentu tidak akan pernah menemukan akhir. Selalu ada langit di atas langit. Mau mencapai langit yang seberapa tinggi? Tidak takut jatuh? semakin tinggi tentu akan terasa semakin sakit ketika jatuh.
Tidak bijak rasanya jika hanya mengkritisi dari sisi lelaki, mari kita coba lihat dari sisi perempuannya itu sendiri. Jika menilik dari kasus istri ustadz tadi, sang istri mengatakan bahwa alasan dirinya memilih ustadz tersebut sebagai suami adalah karena dia menganggap sang ustadz memiliki pengetahuan agama dan akhlaknya yang baik, yang dengan itu diharapkan dapat membimbing dan memperlakukan pasangannya secara baik pula. Nah, menurut saya di sinilah awal ‘kesesatan’ kita sebagai perempuan. Kenapa saya katakan sesat, karena dengan harapan seperti itu secara tidak sadar kita telah menggantungkan harapan pada selain Allah. 
Saya jadi teringat dengan seorang kawan yang telah lebih dulu berpulang ke rahmatullah, semoga Allah memuliakan dan memberikan tempat yang lapang di sisi-Nya, kawan saya yang insya Allah sholihah ini memberi saya nasihat berharga yang baru saya pahami benar maknanya setelah bertahun-tahun kepergiannya. Dia menasihatkan pada saya, bahwa ketika kita menikahi seseorang  hendaknya kita tidak menggantungkan harapan apapun padanya. Misalkan berharap dia akan membimbing kita masalah agama. Berharaplah hanya kepada Allah, itu pesannya. Jika butuh dibimbing, mintalah bimbingan dari-Nya langsung. Menjadi baiklah dan tetap baik dengan siapapun kita berpasangan kelak, jangan berubah dan jangan pernah tergoyah oleh apapun.
Saya sangat suka menguraikan sesuatu menggunakan analogi. Jika hidup ini dianalogikan sebagai sebuah perjalanan, tentu akan sangat menyenangkan jika kita mendapat teman seperjalanan yang mengasyikan, yang pandai membuat perjalanan jadi tidak membosankan dan bersamanya kita jadi terus bersemangat melakukan perjalanan tersebut sampai akhir. Tapi kita tidak bisa memastikan teman seperjalanan seperti apakah yang kelak akan kita dapatkan. Lalu, jika ternyata kita mendapat teman seperjalanan yang tidak seperti keinginan kita atau jauh dari apa yang kita harapkan, apakah kita bisa memilih untuk menghentikan perjalanan? Tentu kita akan tetap harus melakukan perjalanan itu sampai akhir, dengan atau tanpa teman seperjalanan. Tapi memiliki seorang teman di samping kita, bagaimanapun keadaannya, tentu akan masih lebih baik daripada benar-benar sendirian. Itu adalah satu hal yang patut disyukuri.
Berumah-tangga adalah sebuah perjalanan istimewa yang Allah berikan untuk kita. Untuk perjalanan istimewa ini, kita dihadiahi seorang teman seperjalanan. Dalam kalam ilahi, dikatakan bahwa kita akan berpasangan dengan seseorang yang ‘serupa’ kita.
Kita semua, baik itu lelaki atau perempuan, tentu mengharap akhir yang baik dari kehidupannya. Apalagi yang lebih baik dari surga. Bagi saya, lelaki adalah partner yang Allah pilihkan untuk menjadi teman seperjalanan hingga mencapai surga-Nya. Idealnya, kita akan saling menguatkan, saling menyemangati, dan berbagi. Tapi apapun keadaannya, saya adalah penolong bagi diri saya sendiri. Saya tidak akan menjadi lemah hanya karena dia tidak menguatkan saya. Jika dia bukan penyemangat yang baik, saya akan menyemangati diri saya sendiri dan menularkan semangat itu padanya. Kendatipun dia bukan seorang yang suka berbagi, maka saya akan tetap berbagi segala kebaikan dengannya. Setelah segala doa dan ikhitiar saya, dialah yang saya dapatkan, maka dialah jalan surga saya. Jangan tergantung pada seperti apa dia, dengan siapapun kelak kita berpasangan tetaplah berakhlak baik karena Allah.


Wallahu a’lam bishowab...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar